Rabu, 29 Oktober 2008

EVALUASI KUALITAS TANAH INCEPTISOL DI KEBUN SAMPALI PTPN II KECAMATAN PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG

PENDAHULUAN



Latar Belakang


Entisol merupakan tanah-tanah yang cenderung menjadi tanah asal yang baru. Mereka dicirikan oleh kenampakan yang kurang muda dan tanpa horison genetik alamiah, atau juga mereka hanya mempunyai horison-horison permulaan. Pengertian Entisol adalah tanah-tanah dengan regolit dalam atau bumi tidak dengan horison, kecuali mungkin lapis bajak. Beberapa Entisol, meskipun begitu mempunyai horison plaggen, agrik atau horizon E (albik); beberapa mempunyai batuan beku yang keras dekat permukaan (Foth, 1995).
Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison pedogenik yang nyata, karena pelapukan baru diawali , atau hasil bahan induk yang sukar lapuk seperti pasir kuarsa, atau terbentuk dari batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping, atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentukan horison pedogenik, atau pencampuran horison oleh pengolahan tanah atau hewan (Darmawijaya, 1992).
Entisol terpilah atas 5 sub ordo berdasarkan sebabnya tidak terbentuk horison diagnostik. Pertama meliputi tanah di bawah pengaruh aquik moisture regime, sehingga selalu basah. Kedua meliputi tanah yang tidak basah terdiri atas alluvium baru membentuk lapisan-lapisan. Ketiga mencakup tanah lereng yang tererosi. Keempat terdiri atas tanah pasir baik lama maupun baru. Sub ordo kelima Entisol terdiri atas tanah dengan horison yang tercampur oleh pengolahan tanah yang dalam (Darmawijaya, 1992).

TINJAUAN PUSTAKA



Sifat Fisik Tanah Entisol


Tekstur

Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Teristimewa tekstur merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari kerikil (diameternya kurang dari 2 milimeter). Pada beberapa tanah, kerikil, batu dan batuan induk dari lapisan-lapisan tanah yang ada juga mempengaruhi tekstur dan mempengaruhi penggunaan tanah (Foth, 1995).
Di laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode, yaitu : metode pipet (kurang teliti) atau metode hydrometer”Bouyoucos” (lebih teliti), yang keduanya didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah di dalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear apabila radius partikel bertambah secara kuadratik (Hanafiah, 2005).
Tekstur tanah seolah-olah tidak dapat diubah-ubah. Oleh sebab itu, dianggap sebagai sifat dasar tanah yang sampai batas tertentu dapat menentukan tingkat produktivitas atau nilai ekonomis suatu wilayah. Pengelompokan bahan mineral tanah ke dalam bagian-bagian utama (fraksi/butir primer), yaitu tekstur pasir, debu dan liat yang disebut juga matriks tanah ditentukan berdasarkan ukuran butir-butir mineral tersebut dalam millimeter (Sarief, 1989).


Struktur

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organic, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan yang berbeda-beda (Hardjowigeno, 2003).
Struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di dalamnya terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di dalam dan diantara agregat yang dapat diisi air dan udara dan sekaligus mantap keadaannya. Agregat tanah sebaiknya mantap dan tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar seperti pukulan butiran air hujan. Dengan demikian tidak mudah atau tahan erosi sehingga pori-pori tanah tidak gampang tertutup oleh partikel-partikel tanah halus sehingga infiltrasi tertahan dan run off menjadi besar. Struktur tanah yang jelek tentunya sebaliknya dengan keadaan tersebut di atas (Sarief, 1989).
Struktur mengubah pengaruh tekstur dengan memperhatikan hubungan kelembaban dan udara. Ukuran makroskopis sebagian besar berakibat terhadap ruang-ruang antar ped yang lebih besar daripada ruang-ruang yang sama yang ada diantara partikel-partikel pasir, debu dan liat yang berdekatan di dalam ped. Hal ini merupakan akibat struktural pada hubungan ruang pori yang membuat struktur menjadi begitu penting. Gerakan udara dan air dipermudah (Foth, 1995).

Bulk Density Tanah
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1-1.6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.90 g/cc (misalnya tanah Andisol), bahkan ada yang kurang dari 0.10 g/cc (misalnya tanah gambut) (Hardjowigeno, 2003).
Kerapatan massa adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikeringovenkan per satuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai BI antara 1.0-1.3 g/cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar berBI antara 1.3-1.8 g/cm-3. BI air= 1 g/cm3=1 ton/m3 (Hanafiah, 2005).
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah. Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan seperti dalam penentuan kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain (Sarief, 1989).

Warna

Warna tanah adalah salah satu sifat tanah yang dengan mudah dapat dilihat dan dapat menunjukkan terutama sifat fisiknya. Warna tanah merupakan campuran dari komponen-komponen warna lain yang terjadi oleh pengaruh berbagai faktor atau senyawa tunggal atau bersama yang memberikan jenis warna tertentu (Sarief, 1989).
Warna abu-abu terang atau mendekati putih kadang-kadang merupakan tanda dari bahan induk seperti marl atau pasir kuarsa dan dimana kondisi ini tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman serta akumulasi bahan organik pada tanah. Di daerah-daerah arid dan sub humid, tanah-tanah permukaan dapat menjadi putih cenderung mengevaporasikan air dan mengakumulasi garam yang terlarut; horison-horison sub soil yang putih dapat cenderung membatasi pencucian dan akumulasi kalsium karbonat. Pencucian oksida besi dari horison E di tanah daerah hutan yang basah berkembang, dari bahan induk pasir kuarsa yang menghasilkan horison-horison yang abu-abu terang (Foth, 1995).
Warna gelap tanah umumnya disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi. Jadi, dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah di estimasi berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan menghasilkan warna kelabu gelap, cokelat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-warna di atas (Hakim, dkk, 1986).

Erosi
Erosi adalah proses hilangnya atau terangkutnya tanah di permukaan. Erosi merupakan kejadian alami yang berlangsung sejak bumi ini terbentuk. Banyak agen penyebab erosi, tetapi yang utama adalah air dan angin. Pengaruh buruk erosi baik di daerah pegunungan maupun hasil pendangkalannya di daerah lembah semula dianggap tidak penting, dan baru akhir-akhir ini diperhatikan (Hakim, dkk, 1986).
Erosi berlangsung secara alamiah (normal atau geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manusia terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh diatasnya. Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena dalam peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat sudah dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti bencana banjir, kekeringan, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume penghanyutan tanah adalah lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus yang pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkut (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Suatu tipe erosi yang sedikit diperhatikan selama tahun belakangan ini adalah percikan atau penghamburan partikel tanah yang kecil oleh hempasan butir-butir hujan. Pada mulanya peristiwanya seperti tak berarti, tetapi bila pertimbangan diberikan kepada jumlah yang besar butir-butir air hujan yang menghantam satu meter persegi permukaan tanah selama satu jam hujan dan gaya yang dihasilkan karena hantaman tersebut, akan terlihat bahwa pengaruh kehilangan dan pemindahan partikel tanah mungkin dapat dipertimbangkan (Foth, 1995).

Drainase

Drainase dari tanah basah juga menambah panjangnya musim tanam di daerah-daerah dimana temperatur tanah rendah dan ancaman musim es membatasi pertumbuhan tanaman. Drainase menurunkan kandungan air di musim semi, menyebabkan tanah menjadi panas sangat cepat. Temperatur tanah yang tinggi pada awalnya dikaitkan tanah kering yang dapat dibajak lebih awal sehingga tanaman segera tumbuh baik (Foth, 1995).
Tujuan utama drainase di lahan pertanian dan kehutanan adalah menurunkan muka air tanah untuk meningkatkan kedalaman dan efektivitas daerah perakaran. Ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi. Dengan hilangnya kelebihan air dalam tanah karena drainase, mengakibatkan turunnya panas jenis tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim, dkk, 1986).
Klas drainase ditentukan di lapang dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah. Gejala-gejala tersebut antara lain adalah warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-kebiruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk adanya tanah berdrainase buruk. Adanya karatan menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah setempat-setempat sehingga terjadi oksidasi di tempat tersebut dan terbentuk senyawa-senyawa Fe+++ yang berwarna merah. Bila air tidak pernah menggenang sehingga tata udara dalam tanah selalu baik, maka seluruh profil tanah dalam keadaan oksidasi (Fe+++). Oleh karena itu, seluruh tanah umumnya berwarna merah atau cokelat (Hardjowigeno, 2003).

Sifat Kimia Tanah Entisol


pH

Telah ditandai bahwa pH tertentu cenderung dikaitkan dengan suatu kumpulan bagian kondisi tanah. Tanah dengan pH 8 dan diatasnya biasanya didominasi oleh hidrolisa karbonat dan mereka terutama dikembangkan dari bahan induk yang berkapur. Pelapukan dan pencucian berlangsung minimal. hidrolisis karbonat dan untuk mengurangi perluasan hidrolisa basa dapat ditukar, mengendalikan pH pada beberapa Entisol muda dan Inceptisol, tanah dengan regim kelembaban tanah ridik, ridisol dan beberapa vertisol, dimana kandungan liat yang menggembung yang tinggi menghambat pemindahan basa dalam karbonat melalui pencucian (Foth, 1995).
Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedang tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH nya dengan penambahan belerang (Hakim, dkk, 1986).
Menurut Redaksi Agromedia (2008) menyatakan bahwa reaksi tanah dibagi atas sangat asam sampai basa sangat kuat yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reaksi Tanah Berdasarkan pH Tanah

Nilai pH Tanah Reaksi Tanah
< 4 Sangat asam
4,0-5,5 Asam kuat
5,5-6,5 Asam sedang
6,6-6,9 Asam ringan
7,0 Netral
7,1-7,5 Basa ringan
7,5-8,5 Basa sedang
8,5-9,0 Basa kuat
>9,0 Basa sangat kuat

Bahan Organik Tanah
Sumber utama bahan organik bagi tanah berasal dari jaringan tanaman, baik berupa sampah-sampah tanaman (seresah) ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. Sumber bahan organik lainnya adalah hewan (ternak, unggas, dll). Hewan adalah pemakan berbagai tanaman. Limbah atau kotorannya ataupun kalau hewan itu sudah mati, kesemuanya ini merupakan bahan organik yang diperlukan tanah-tanah pertanian. Bahan-bahan organik yang berasal dari seresah, sisa-sisa tanaman yang telah mati, limbah atau kotoran hewan dan bangkai hewan itu sendiri, di dalam tanah akan diaduk-aduk dan dipindah-pindahkan oleh jasad renik, yang selanjutnya dengan kegiatan berbagai jasad tanah (terutama jasad renik tanah) bahan organik itu melalui berbagai proses yang rumit dirombak menjadi bahan organik tanah yang mempunyai arti penting seperti di atas (Sutedjo, 2002).
Tabel 2. Harkat Bahan Organik, C-Organik dan Nisbah C/N pada Tanah Mineral


Harkat Bahan Organik (%) C-Organik
(%) Nisbah C/N
Sangat tinggi > 6,0 > 3,50 > 25
Tinggi 4,3-6,0 2,51-3,50 1-25
Sedang 2,1-4,2 1.26-2,50 11-25
Rendah 1,0-20 0,60-1,25 8-10
Sangat rendah < 1,0 < 0,60 <8

Sumber primer bahan organik tanah maupun seluruh fauna dan mikroflora dan jaringan organik tanaman, baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah maupun akar, sedangkan sumber sekunder berupa jaringan organik fauna termasuk kotorannya serta mikroflora. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang (kotoran ternak yang telah mengalami dekomposisi), pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan) (Hanafiah, 2005).
Berbeda sumber bahan organik tanah tersebut akan berbeda pula pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan (Hakim, dkk, 1986).

Sifat Biologi Tanah Entisol


Cacing tanah

Cacing tanah mungkin dikenal sebagai pemindah tanah terbesar. Darwin mengamati secara luas cacing tanah dan menemukan bahwa mereka mungkin menumpuk 4 sampai 6 metrik ton buangan setiap hektar (10-15 ton per are) setiap tahun pada permukaan tanah, menghasilkan penambahan setebal 2.5 cm setiap 12 tahun. Aktivitas ini memberikan hasil suatu lapisan permukaan berwarna pada tanah-tanah hutan dan batu-batu yang terkubur serta bahan lain yang terletak diatas tanah. Timbunan bahan-bahan ini penting bagi arkeolog (Foth, 1995).
Kotoran cacing tanah di tanah yang diolah dapat mencapai berat 16000 pon/are. Dibanding dengan tanah itu sendiri, dalam kotoran terkandung bahan organik yang lebih tinggi, berupa N-total dan nitrat, Ca dan Mg yang bertukar, P-tersedia, pH dan % kejenuhan basa dan kemampuan penukaran basa. Hasil ini menyokong pengamatan dalam pasal yang terdahulu dalam hubungannya dengan peningkatan pertumbuhan yang diamati dan disekitar kotoran cacing tanah (Buckman and Brady, 1982).
Kehidupan cacing itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh kemasaman dan kesuburan tanah. Tanah yang kaya kapur, kaya bahan organik akan mengandung cacing lebih banyak. Vegetasi juga mempengaruhi jumlah cacing dalam tanah. Jumlah cacing yang terdapat di bawah padang rumput jauh lebih banyak daripada di bawah hutan, atau tanah-tanah pertanian (Hakim, dkk, 1986).






BAHAN DAN METODA



Tempat dan Waktu Percobaan


Percobaan ini dilaksanakan di Desa Pao Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 7 mdpl. Percobaan ini dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
- Entisol sebagai sampel tanah yang akan damati
- Aquades untuk mencampur tanah
- Natrium phyrofosfat untuk memisahkan fraksi debu dan pasir
- K2Cr2O7 1 N untuk menghancurkan C-organik
- Asam sulfat pekat utuk memanaskan tanah
- Asam fosfat 85%
- Fro amonium sulfat sebagai pentitrasi C-Organik
- Diphenilamine NaF 4%

Alat
Adapun alat yang digunakan adalah
- Kantong plastik sebagai tempat tanah
- Cangkul untuk mencangkul
- Tabung reaksi untuk menganalisa tanah
- Oven untuk mengeringkan tanah
- Erlemenyer untuk tempat tanah
- Shaker untuk menguncang tanah
- Ring sampel untuk tempat contoh tanah
- Ayakan untuk mengayak tanah
- Timbangan untuk menimbang
- Hidrometer untuk menentukan tekstur tanah
- pH meter untuk mengukur pH
- Pipet tetes untuk menteteskan larutan kimia
- Kalkulator untuk menghitung

Metode Percobaan

Tekstur Tanah
Adapun metode yang digunakan adalah analisa mekanis dengan hydrometer.
Struktur Tanah
Adapun metode yang digunakan adalah metode by feeling.
Bulk Density (Kerapatan massa tanah)
Adapun metode percobaan yang digunakan adalah metode ring sampel.
Warna Tanah
Adapun metode percobaan yang digunakan adalah pengamatan secara visual.

pH Tanah
Adapun metode yang digunakan adalah dengan elektrometri.
Penetapan Bahan Organik Tanah
Adapun metode yang digunakan adalah metode Walkey and Black.

Prosedur Percobaan

Di Lapangan
- Ditentukan daerah yang akan jadi objek pengamatan, yaitu Desa Pao.
- Disediakan 2 buah ring sample untuk mengambil contoh tanah tidak terganggu di lapangan
- Ditentukan titik-titik daerah sebagai tempat pengambilan ring sample
- Dimasukkan ring sample ke dalam tanah, kemudian tanah di sekitar ring sample di sisihkan agar ring sample dapat di angkat
- Dibawa ring sample untuk kemudian di analisa di laboratorium
- Semua prosedur diatas adalah untuk menganalisa Bulk Density (BD) tanah Entisol
- Dimasukkan kira-kira 5 kg tanah terganggu kedalam plastik untuk kemudian dianalisa di laboratorium, hal ini dilakukan sebagai bahan untuk menganalisa tekstur, pH, dan bahan organik di laboratorium
- Diamati keadaan komoditi yang ditanam disana
- Diperhatikan pula keadaan drainasenya, dan dicatat hasilnya
- Diamati pula jumlah cacing tanah yang ada dan produksi tanamannya
- Dicatat semua data yang diamati
- Dibawa ke laboratorium sample tanah terganggu dan tidak terganggu untuk kemudian dianalisa sifat fisik dan kimia tanah Entisol

Di Laboratorium
Analisa BD
- Ditimbang terlebih dahulu berat ring sample, dan kemudian ditimbang ring sample beserta tanah di dalamnya, dicatat hasilnya
- Diovenkan ring sample berikut tanahnya selama 24 jam, kemudian ditimbang berat tanah kering ovennya
- Dihitung volume tanah kering ovennya dan kemudian dicatat hasilnya
Dihitung hasil pengamatan melalui data yang diperoleh dengan menggunakan rumus :

Analisa Tekstur
- Ditimbang 25 g tanah kering udara , kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 cc
- Ditambahkan 50 mL larutan Natrium Pyrophospat, dikocok sampai rata, biarkan semalam
- Digoncang selama 15 menit pada alat shaker
- Dipindahkan ke dalam silinder 500 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda 500 mL pada gelas ukur
- Dikocok 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu ditambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan
- Dilakukan pembacaan Hydrometer I setelah 40 detik dari saat pengocokan
- Dimasukkan lagi Hydrometer untuk pembacaan II setelah 2 jam, untuk memperoleh liat
- Dicatat hasilnya dengan menggunakan beberapa rumus berikut :

Analisa pH

- Dimasukkan masing-masing 10 g tanah ke dalam botol kocok
- Ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 2,5
- Digoncang pada alat penggoncang selama 15 menit
- Diukur pH-nya dengan pH meter


Analisa Bahan Organik
- Ditimbang 0,5 g tanah kering udara
- Dimasukkan ke dalam erlemenyer 500 cc
- Ditambahkan 5 ml k2cr2o7 1 n
- Goncang dengan tangan
- Ditambahkan 10 ml h2so4 pekat kemudian goncang 3-4 menit
- Diamkan selama 30 menit
- Ditambahkan air suling dan 5 ml h3po4 85%, naf 4% 2,5 ml
- Ditambahkan 5 tetes diphenilamine dan digoncang
- Titrasi dengan fe(nh4)2(so4)2 0,5 n dari buret hingga warna berubah menjadi hijau
- Dilkukan percobaan dengan tanpa tanah untuk mendapatkan volume titrasi fe(nh4)2(so4)2 0,5 n untuk blanko
- Dihitung persen bahan organik dengan rumus :

Dimana
T = volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah
S = volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N blanko (tanpa tanah)
% B.O = 1,72 x % C







HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil



Tekstur Tanah Struktur Tanah Warna Tanah Drainase Bulk Density pH Tanah Bahan Organik Vegetasi Organisme
Lempung berliat Gumpal Abu-abu kehitaman buruk 1,37 g/cm3
1,47 g/cm3 6,38 0,5031 Kangkungterong, pisang, kelapa, rumput-rumputan Cacing tanah 22/m2
kodok

Perhitungan
a. Tekstur Tanah
PH 1 (Pembacaan Hidrometer 1) = 17,5
PH 2 (Pembacaan Hidrometer 2) = 10
BCT (Berat Contoh Tanah) = 25 gram




b. Bulk Density
Volume Tanah =
BTKO 1 = 237,4 g
BTKO 2 = 240,3
BD 1 =
BD 2 =
c. Penetapan Bahan Organik
titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah 11,1
titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan blanko 12
berat contoh tanah 0,5 gram

=
= 0,2925
% B.O = 1,72 x % C
= 1,72 x 0,2925
= 0,5031

Pembahasan


Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh tekstur tanah Entisol adalah lempung berliat. Tekstur ini ditentukan berdasarkan analisa di laboratorium yaitu dengan menggunakan metode hydrometer”Bouyoucos”, metode ini lebih teliti sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa metode hydrometer”Bouyoucos”, (lebih teliti), yang didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah di dalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear apabila radius partikel bertambah secara kuadratik.
Diperoleh hasil bahwa tanah Entisol memiliki struktur gumpal, dimana agregat tanahnya cukup kuat untuk saling berikatan satu sama lain. Sehingga jika turun hujan maka agregat tanahnya tidak mudah hancur dan tahan terhadap erosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sarief (1989) yang menyatakan bahwa agregat tanah sebaiknya mantap dan tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar seperti pukulan butiran air hujan. Dengan demikian tidak mudah atau tahan erosi sehingga pori-pori tanah tidak gampang tertutup oleh partikel-partikel tanah halus sehingga infiltrasi tertahan dan run off menjadi besar.
Berdasarkan pengamatan secara visual di lapangan dapat diketahui bahwa warna tanah Entisol adalah abu-abu kehitaman. Hal ini terjadi karena terdapat bahan organik pada tanah tersebut sehingga menunjukkan warna kehitaman. Namun, warnanya masih didominasi warna abu-abu, disebabkan karena pada tanah ini sering terjadi akumulasi garam-garam berhubung karena lokasinya sangat dekat dengan laut. Hal inilah yang menyebabkan modifikasi dari warna tersebut. Hal ini dikemukakan juga oleh Hakim, dkk, (1986) yang menyatakan bahwa bahan organik di dalam tanah akan menghasilkan warna kelabu gelap, cokelat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-warna di atas.
Tanah Entisol di desa Pao ini sering terendam air akibat daerah ini memiliki ketinggian yang hampir sama dengan permukaan laut. Sehingga jika terjadi hujan maka akan terjadi banjir karena air laut mengalir ke daerah tersebut. Hantaman air hujan dan genangan oleh air laut menyebabkan daerah ini mengalami erosi, walaupun tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Foth (1995) yang menyatakan pada mulanya peristiwanya seperti tak berarti, tetapi bila pertimbangan diberikan kepada jumlah yang besar butir-butir air hujan yang menghantam satu meter persegi permukaan tanah selama satu jam hujan dan gaya yang dihasilkan karena hantaman tersebut, akan terlihat bahwa pengaruh kehilangan dan pemindahan partikel tanah mungkin dapat dipertimbangkan.
Tanah Entisol pada daerah ini memiliki drainase buruk. Kriterianya dapat berupa warna yang keabu-abuan (kelabu) karena pengaruh penggenangan yang kontinu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa gejala-gejala tersebut antara lain adalah warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-kebiruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk adanya tanah berdrainase buruk.
Berdasarkan analisa yang dilakukan di laboratorium diperoleh nilai Bulk Density sebesar 1,37 g/cm3. nilai ini juga dapat menunjukkan bahwa tanah Entisol memiliki tekstur yang kasar. Nilai ini sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai BI antara 1.0-1.3 g/cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar berBI antara 1.3-1.8 g/cm-3. BI air= 1 g/cm3=1 ton/m3 (Hanafiah, 2005).
Berdasarkan analisis di laboratorium diperoleh nilai pH tanah Entisol adalah 6,38. Berdasarkan nilai tersebut tanah Entisol tergolong tanah yang memiliki tingkat kemasaman yang sedang. Hal ini sesuai dengan kriteria pH yang dikemukakan oleh Redaksi Agromedia (2008) yang menggolongkan reaksi tanah atas sangat asam sampai basa sangat kuat yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reaksi Tanah Berdasarkan pH Tanah

Nilai pH Tanah Reaksi Tanah
< 4 Sangat asam
4,0-5,5 Asam kuat
5,5-6,5 Asam sedang
6,6-6,9 Asam ringan
7,0 Netral
7,1-7,5 Basa ringan
7,5-8,5 Basa sedang
8,5-9,0 Basa kuat
>9,0 Basa sangat kuat

Kadar bahan organik pada tanah Entisol adalah 0.5031. Nilai tersebut kurang dari 1 artinya harkat bahan organik pada tanah ini sangat rendah. Hal ini ditentukan berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Sutedjo (2002) dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2. Harkat Bahan Organik, C-Organik dan Nisbah C/N pada Tanah Mineral


Harkat Bahan Organik (%) C-Organik
(%) Nisbah C/N
Sangat tinggi > 6,0 > 3,50 > 25
Tinggi 4,3-6,0 2,51-3,50 1-25
Sedang 2,1-4,2 1.26-2,50 11-25
Rendah 1,0-20 0,60-1,25 8-10
Sangat rendah < 1,0 < 0,60 <8

Jumlah cacing tanah pada tanah Entisol ini cukup banyak. Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik pada tanah ini cukup banyak, selain itu juga vegetasi disekitarnya cukup banyak. Kandungan bahan organik dan vegetasi menentukan keberadaan cacing tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Hakim, dkk, (1986) yang menyatakan bahwa tanah yang kaya kapur, kaya bahan organik akan mengandung cacing lebih banyak. Vegetasi juga mempengaruhi jumlah cacing dalam tanah.




KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan


1. Tekstur tanah Entisol adalah Lempung berliat
2. Struktur tanah Entisol adalah gumpal
3. Warna tanah Entisol adalah abu-abu kehitaman
4. Erosi di tanah Entisol tergolong masih kecil
5. Drainase di tanah Entisol adalah buruk
6. Nilai BD (Bulk Density) tanah Entisol adalah 1.37 g/cm3
7. Ph tanah Entisol 6.38
8. Kandungan bahan organik 0.5031
9. Jumlah cacing tanah 22/m2
10. Vegetasi di sekitarnya adalah kangkung, terong, pisang, kelapa, rumput-rumputan

Saran


Sebaiknya dalam menganalisa parameter percobaan ini dilakukan dengan lebih teliti dan hati-hati agar diperoleh hasil yang lebih akurat.




DAFTAR PUSTAKA



Buckman, H. O and Brady, N. C., 1982. Ilmu Tanah. Edisi ke-6. Terjemahan: S. Adisoemarto. UGM-Press, Yogyakarta.

Darmawijaya, M, I., 1992. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Foth, H. D., 1994. Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan: Adisoemarto. Erlangga, Jakarta.

Hakim, N; M. Y. Nyakpa; A. M. Lubis; S. G. Nugroho; M. R. Saul; M. A. Diha; G. B. Hong dan H. H. Bailey., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, H. S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta

Redaksi Agromedia., 2007. Petunjuk Pemupukan. Cetakan ke-I. Agromedia Pustaka, Jakarta

Sarief, S., 1989. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Jakarta.

Sutedjo, M. M., 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sutedjo, M.M dan A. G. Kartasepoetra., 2002. Ilmu Tanah Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta.

Tidak ada komentar: